Sabtu, 17 Maret 2012

sinusitis


ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SINUSITIS



 

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sinusitis dianggap salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di dunia Data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit. Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran 1996 yang diadakan oleh Binkesmas bekerja sama dengan PERHATI dan Bagian THT RSCM mendapatkan data penyakit hidung dari 7 propinsi .Data dari Divisi Rinologi Departemen THT RSCM Januari-Agustus 2005 menyebutkan jumlah pasien rinologi pada kurun waktu tersebut adalah 435 pasien, 69%nya adalah sinusitis.
Kejadian sinusitis umumnya disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga sinusitis sering juga disebut dengan rhinosinusitis. Rinosinusitis adalah penyakit inflamasi yang sering ditemukan dan mungkin akan terus meningkat prevalensinya. Rinosinusitis dapat mengakibatkan gangguan kualitas hidup yang berat, sehingga penting bagi dokter umum atau dokter spesialis lain untuk memiliki pengetahuan yang baik mengenai definisi, gejala dan metode diagnosis dari penyakit rinosinusitis ini.
Penyebab utamanya ialah infeksi virus yang kemudian diikuti oleh infeksi bakteri. Secara epidemiologi yang paling sering terkena adalah sinus etmoid dan maksila. Yang berbahaya dari sinusitis adalah komplikasinya ke orbita dan intrakranial. Komplikasi ini terjadi akibat tatalaksana yang inadekuat atau faktor predisposisi yang tak dapat dihindari.
Tatalaksana dan pengenalan dini terhadap sinusitis ini menjadi penting karena hal diatas. Awalnya diberikan terapi antibiotik dan jika telah begitu hipertrofi, mukosa polipoid dan atau terbentuknya polip atau kista maka dibutuhkan tindakan operasi.


1.1. Rumusan Masalah
Pembahasan Makalah ini dibatasi pada definisi, etiologi, anatomi, patofisiologi, diagnosis , tatalaksan sinusitis, dan askep sinusitis
1.2. Tujuan Penulisan
Makalah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan pembaca mengenai sinusitis
1.3. Metode Penulisan
Makalah ini merupakan tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada berbagai literatur.












BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian
Sinusitis adalah peradangan mukosa sinus paranasal yang dapat berupa sinusitis maksilaris, sinusitis etmoid, sinusitis frontal, dan sinusitis sfenoid. Bila yang terkena lebih dari satu sinus disebut multisinusitis, dan bila semua sinus terkena disebut pansinusitis.
2.2. Anatomi dan Fisiologi
Ada delapan sinus paranasal, empat buah pada masing-masing sisi hidung. Anatominya dapat dijelaskan sebagai berikut:
sinus frontal kanan dan kiri, sinus ethmoid kanan dan kiri (anterior dan posterior), sinus maksila kanan dan kiri (antrium highmore) dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Semua sinus ini dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan mukosa hidung, berisi udara dan semua bermuara di rongga hidung melalui ostium masing-masing.
Pada meatus medius yang merupakan ruang diantara konka superior dan konka inferior rongga hidung terdapat suatu celah sempit yaitu hiatus semilunaris yakni muara dari sinus maksila, sinus frontalis dan ethmoid anterior.
Sinus paranasal terbentuk pada fetus usia bulan III atau menjelang bulan IV dan tetap berkembang selama masa kanak-kanak, jadi tidak heran jika pada foto rontgen anak-anak belum ada sinus frontalis karena belum terbentuk.
Pada meatus superior yang merupakan ruang diantara konka superior dan konka media terdapat muara sinus ethmoid posterior dan sinus sfenoid.


Fungsi sinus paranasal adalah :
ü  Membentuk pertumbuhan wajah karena di dalam sinus terdapat rongga udara sehingga bisa untuk perluasan. Jika tidak terdapat sinus maka pertumbuhan tulang akan terdesak.
ü  Sebagai pengatur udara (air conditioning).
ü  Peringan cranium.
ü  Resonansi suara.
Membantu produksi mukus.
A. Sinus Maksilaris
ü  Terbentuk pada usia fetus bulan IV yang terbentuk dari prosesus maksilaris arcus I.
ü  Bentuknya piramid, dasar piramid pada dinding lateral hidung, sedang apexnya pada pars zygomaticus maxillae.
ü  Merupakan sinus terbesar dengan volume kurang lebih 15 cc pada orang dewasa.
ü  Berhubungan dengan :
a. Cavum orbita, dibatasi oleh dinding tipis (berisi n. infra orbitalis) sehingga jika dindingnya rusak maka dapat menjalar ke mata.
b. Gigi, dibatasi dinding tipis atau mukosa pada daerah P2 Mo1ar.
c. Ductus nasolakrimalis, terdapat di dinding cavum nasi.
B. Sinus Ethmoidalis
ü  Terbentuk pada usia fetus bulan IV.
ü  Saat lahir, berupa 2-3 cellulae (ruang-ruang kecil), saat dewasa terdiri dari 7-15 cellulae, dindingnya tipis.
ü  Bentuknya berupa rongga tulang seperti sarang tawon, terletak antara hidung dan mata
ü  Berhubungan dengan :
a. Fossa cranii anterior yang dibatasi oleh dinding tipis yaitu lamina cribrosa. Jika terjadi infeksi pada daerah sinus mudah menjalar ke daerah cranial (meningitis, encefalitis dsb).
b. Orbita, dilapisi dinding tipis yakni lamina papiracea. Jika melakukan operasi pada sinus ini kemudian dindingnya pecah maka darah masuk ke daerah orbita sehingga terjadi Brill Hematoma.
c. Nervus Optikus.
d. Nervus, arteri dan vena ethmoidalis anterior dan pasterior.
C. Sinus Frontalis
ü  Sinus ini dapat terbentuk atau tidak.
ü  Tidak simetri kanan dan kiri, terletak di os frontalis.
ü  Volume pada orang dewasa ± 7cc.
ü  Bermuara ke infundibulum (meatus nasi media).
ü  Berhubungan dengan :
a. Fossa cranii anterior, dibatasi oleh tulang compacta.
b. Orbita, dibatasi oleh tulang compacta.
c. Dibatasi oleh Periosteum, kulit, tulang diploic.
D. Sinus Sfenoidalis
ü  Terbentuk pada fetus usia bulan III
ü  Terletak pada corpus, alas dan Processus os sfenoidalis.
ü  Volume pada orang dewasa ± 7 cc.
ü  Berhubungan dengan :
a. Sinus cavernosus pada dasar cavum cranii.
b. Glandula pituitari, chiasma n.opticum.
c. Tranctus olfactorius.
d. Arteri basillaris brain stem (batang otak)
2.3. Etiologi
Terjadinya sinusitis dapat merupakan perluasan infeksi dari hidung (rinogen), gigi dan gusi (dentogen), faring, tonsil serta penyebaran hematogen walaupun jarang. Sinusitis juga dapat terjadi akibat trauma langsung, barotrauma, berenang atau menyelam.
Faktor predisposisi yang mempermudah terjadinya sinusitis adalah kelainan anatomi hidung, hipertrofi konka, polip hidung, dan rinitis alergi.Rinosinusitis ini sering bermula dari infeksi virus pada selesma, yang kemudian karena keadaan tertentu berkembang menjadi infeksi bakterial dengan penyebab bakteri patogen yang terdapat di saluran napas bagian atas. Penyebab lain adalah infeksi jamur, infeksi gigi, dan yang lebih jarang lagi fraktur dan tumor.
2.4. Klasifikasi
Secara klinis sinusitis dibagia atas
  1. Sinusitis akut
  2. Sinusitis subakut
  3. Sinusitis Kronis
Sedangkan berdasarkan penyebabnya sinusitis
ü  Rhinogenik (penyebab kelainan atau masalah di hidung), Segala sesuatu yang menyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis
ü  Dentogenik/Odontogenik (penyebabnya kelainan gigi), yang sering menyebabkan sinusitis infeksi pada gigi geraham atas (pre molar dan molar)
2.5. Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan kelancaran klirens dari mukosiliar didalam komplek osteo meatal (KOM). Disamping itu mukus juga mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan.
Bila terinfeksi organ yang membentuk KOM mengalami oedem, sehingga mukosa yang berhadapan akan saling bertemu. Hal ini menyebabkan silia tidak dapat bergerak dan juga menyebabkan tersumbatnya ostium. Hal ini menimbulkan tekanan negatif didalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi atau penghambatan drainase sinus. Efek awal yang ditimbulkan adalah keluarnya cairan serous yang dianggap sebagai sinusitis non bakterial yang dapat sembuh tanpa pengobatan. Bila tidak sembuh maka sekret yang tertumpuk dalam sinus ini akan menjadi media yang poten untuk tumbuh dan multiplikasi bakteri, dan sekret akan berubah menjadi purulen yang disebut sinusitis akut bakterialis yang membutuhkan terapi antibiotik. Jika terapi inadekuat maka keadaan ini bisa berlanjut, akan terjadi hipoksia dan bakteri anaerob akan semakin berkembang. Keadaan ini menyebabkan perubahan kronik dari mukosa yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista.
2.6.Diagnosis
Penegakan diagnosis sinusitis secara umum:
1.Kriteria Mayor :
ü  Sekret nasal yang purulen
ü  Drenase faring yang purulen
ü  Purulent Post Nasaldrip
ü  Batuk
ü  Foto rontgen (Water’sradiograph atau air fluid level) : Penebalan lebih 50% dari antrum
ü  Coronal CT Scan : Penebalan atau opaksifikasi dari mukosa sinus
2.Kriteria Minor :
ü  Edem periorbital
ü  Sakit kepala
ü  Nyeri di wajah
ü  Sakit gigi
ü  Nyeri telinga
ü  Sakit tenggorok
ü  Nafas berbau
ü  Bersin-bersin bertambah sering
ü  Demam
ü  Tes sitologi nasal (smear) : neutrofil dan bakteri
ü  Ultrasound
Kemungkinan terjadinya sinusitis jika :
Gejala dan tanda : 2 mayor, 1 minor dan ≥ 2 kriteria minor
 Pemeriksaan Penunjang
1.Laboratorium
ü  Tes sedimentasi, leukosit, dan C-reaktif protein dapat membantu diagnosis sinusitis akut
ü  Kultur merupakan pemeriksaan yang tidak rutin pada sinusitis akut, tapi harus dilakukan pada pasien immunocompromise dengan perawatan intensif dan pada anak-anak yang tidak respon dengan pengobatan yang tidak adekuat, dan pasien dengan komplikasi yang disebabkan sinusitis.



2.Imaging
ü  Rontgen sinus, dapat menunjukan suatu penebalan mukosa, air-fluid level, dan perselubungan.Pada sinusitis maksilaris, dilakukan pemeriksaan rontgen gigi untuk mengetahui adanya abses gigi.
ü  CT-Scan, memiliki spesifisitas yang jelek untuk diagnosis sinusitis akut, menunjukan suatu air-fluid level pada 87% pasien yang mengalami infeksi pernafasan atas dan 40% pada pasien yang asimtomatik. Pemeriksaan ini dilakukan untuk luas dan beratnya sinusitis.
ü  MRI sangat bagus untuk mengevaluasi kelainan pada jaringan lunak yang menyertai sinusitis, tapi memiliki nilai yang kecil untuk mendiagnosis sinusitis akut
Sedangkan untuk menegakkan diagnosis sinusitis menurut klasifikasinya adalah sebagai berikut:
SINUSITIS AKUT
A. Gejala Subyektif
Dari anamnesis biasanya didahului oleh infeksi saluran pernafasan atas (terutama pada anak kecil), berupa pilek dan batuk yang lama, lebih dari 7 hari.
Gejala subyektif terbagi atas gejala sistemik yaitu demam dan rasa lesu, serta gejala lokal yaitu hidung tersumbat, ingus kental yang kadang berbau dan mengalir ke nasofaring (post nasal drip), halitosis, sakit kepala yang lebih berat pada pagi hari, nyeri di daerah sinus yang terkena, serta kadang nyeri alih ke tempat lain
1. Sinusitis Maksilaris
Sinus maksila disebut juga Antrum Highmore, merupakan sinus yang sering terinfeksi oleh karena (1) merupakan sinus paranasal yang terbesar, (2) letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret (drenase) dari sinus maksila hanya tergantung dari gerakan silia, (3) dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksila, (4) ostium sinus maksila terletak di meatus medius di sekitar hiatus semilunaris yang sempit sehingga mudah tersumbat
Pada peradangan aktif sinus maksila atau frontal, nyeri biasanya sesuai dengan daerah yang terkena. Pada sinusitis maksila nyeri terasa di bawah kelopak mata dan kadang menyebar ke alveolus hingga terasa di gigi. Nyeri alih dirasakan di dahi dan depan telinga
Wajah terasa bengkak, penuh dan gigi nyeri pada gerakan kepala mendadak, misalnya sewaktu naik atau turun tangga. Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk. Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk. Batuk iritatif non produktif seringkali ada
2. Sinusitis Ethmoidalis
Sinusitus ethmoidalis akut terisolasi lebih lazim pada anak, seringkali bermanifestasi sebagai selulitis orbita. Karena dinding leteral labirin ethmoidalis (lamina papirasea) seringkali merekah dan karena itu cenderung lebih sering menimbulkan selulitis orbita.
Pada dewasa seringkali bersama-sama dengan sinusitis maksilaris serta dianggap sebagai penyerta sinusitis frontalis yang tidak dapat dielakkan.
Gejala berupa nyeri yang dirasakan di pangkal hidung dan kantus medius, kadang-kadang nyeri dibola mata atau belakangnya, terutama bila mata digerakkan. Nyeri alih di pelipis,post nasal drip dan sumbatan hidung
3. Sinusitis Frontalis
Sinusitis frontalis akut hampir selalu bersama-sama dengan infeksi sinus etmoidalis anterior.
Gejala subyektif terdapat nyeri kepala yang khas, nyeri berlokasi di atas alis mata, biasanya pada pagi hari dan memburuk menjelang tengah hari, kemudian perlahan-lahan mereda hingga menjelang malam.
Pasien biasanya menyatakan bahwa dahi terasa nyeri bila disentuh dan mungkin terdapat pembengkakan supra orbita.

4. Sinusitis Sfenoidalis
Pada sinusitis sfenodalis rasa nyeri terlokalisasi di vertex, oksipital, di belakang bola mata dan di daerah mastoid. Namun penyakit ini lebih lazim menjadi bagian dari pansinusitis, sehingga gejalanya sering menjadi satu dengan gejala infeksi sinus lainnya
B. Gejala Obyektif
Jika sinus yang berbatasan dengan kulit (frontal, maksila dan ethmoid anterior) terkena secara akut dapat terjadi pembengkakan dan edema kulit yang ringan akibat periostitis. Palpasi dengan jari mendapati sensasi seperti ada penebalan ringan atau seperti meraba beludru.
Pembengkakan pada sinus maksila terlihat di pipi dan kelopak mata bawah, pada sinusitis frontal terlihat di dahi dan kelopak mata atas, pada sinusitis ethmoid jarang timbul pembengkakan, kecuali bila ada komplikasi.
Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan edema. Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid anterior tampak mukopus atau nanah di meatus medius, sedangkan pada sinusitis ethmoid posterior dan sinusitis sfenoid nanah tampak keluar dari meatus superior. Pada sinusitis akut tidak ditemukan polip,tumor maupun komplikasi sinusitis.Jika ditemukan maka kita harus melakukan penatalaksanaan yang sesuai.
Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip).
Pada posisional test yakni pasien mengambil posisi sujud selama kurang lebih 5 menit dan provokasi test yakni suction dimasukkan pada hidung, pemeriksa memencet hidung pasien kemudian pasien disuruh menelan ludah dan menutup mulut dengan rapat, jika positif sinusitis maksilaris maka akan keluar pus dari hidung.
Pada pemeriksaan transiluminasi, sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan transiluminasi bermakna bila salah satu sisi sinus yang sakit, sehingga tampak lebih suram dibanding sisi yang normal.
Pemeriksaan radiologik yang dibuat ialah posisi waters, PA dan lateral. Akan tampak perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan udara (air fluid level) pada sinus yang sakit.
Pemeriksaan mikrobiologik sebaiknya diambil sekret dari meatus medius atau meatus superior. Mungkin ditemukan bermacam-macam bakteri yang merupakan flora normal di hidung atau kuman patogen, seperti pneumococcus, streptococcus, staphylococcus dan haemophylus influensa. Selain itu mungkin juga ditemukan virus atau jamur.
SINUSITIS SUBAKUT
Gejala klinisnya sama dengan sinusitis akut hanya tanda-tanda radang akutnya (demam, sakit kepala hebat, nyeri tekan) sudah reda.
Pada rinoskopi anterior tampak sekret di meatus medius atau superior. Pada rinoskopi posterior tampak sekret purulen di nasofaring. Pada pemeriksaan transiluminasi tampak sinus yang sakit, suram atau gelap.
SINUSITIS KRONIS
Sinusitis kronis berbeda dengan sinusitis akut dalam berbagai aspek, umumnya sukar disembuhkan dengan pengobatan medikamentosa saja. Harus dicari faktor penyebab dan faktor predisposisinya.
Polusi bahan kimia menyebabkan silia rusak, sehingga terjadi perubahan mukosa hidung. Perubahan tersebut juga dapat disebabkan oleh alergi dan defisiensi imunologik, sehingga mempermudah terjadinya infeksi, dan infeksi menjadi kronis apabila pengobatan sinusitis akut tidak sempurna.
A. Gejala Subjektif
Bervariasi dari ringan sampai berat, terdiri dari :
ü  Gejala hidung dan nasofaring, berupa sekret pada hidung dan sekret pasca nasal (post nasal drip) yang seringkali mukopurulen dan hidung biasanya sedikit tersumbat.
ü  Gejala laring dan faring yaitu rasa tidak nyaman dan gatal di tenggorokan.
ü  Gejala telinga berupa pendengaran terganggu oleh karena terjadi sumbatan tuba eustachius.
ü  Ada nyeri atau sakit kepala.
ü  Gejala mata, karena penjalaran infeksi melalui duktus nasolakrimalis.
ü  Gejala saluran nafas berupa batuk dan komplikasi di paru berupa bronkhitis atau bronkhiektasis atau asma bronkhial.
ü  Gejala di saluran cerna mukopus tertelan sehingga terjadi gastroenteritis.
B. Gejala Objektif
Temuan pemeriksaan klinis tidak seberat sinusitis akut dan tidak terdapat pembengkakan pada wajah. Pada rinoskopi anterior dapat ditemukan sekret kental, purulen dari meatus medius atau meatus superior, dapat juga ditemukan polip, tumor atau komplikasi sinusitis. Pada rinoskopi posterior tampak sekret purulen di nasofaring atau turun ke tenggorok.
Dari pemeriksaan endoskopi fungsional dan CT Scan dapat ditemukan etmoiditis kronis yang hampir selalu menyertai sinusitis frontalis atau maksilaris. Etmoiditis kronis ini dapat menyertai poliposis hidung kronis.
C. Pemeriksaan Mikrobiologi
Merupakan infeksi campuran oleh bermacam-macam mikroba, seperti kuman aerob S. aureus, S. viridans, H. influenzae dan kuman anaerob Pepto streptococcus dan fuso bakterium.
D. Diagnosis Sinusitis Kronis
Diagnosis sinusitis kronis dapat ditegakkan dengan :
ü  Anamnesis yang cermat
ü  Pemeriksaan rinoskopi anterior dan posterior
ü  Pemeriksaan transiluminasi untuk sinus maksila dan sinus frontal, yakni pada daerah sinus yang terinfeksi terlihat suram atau gelap.
 Pemeriksaan radiologik, posisi rutin yang dipakai adalah posisi Waters, PA dan Lateral. Posisi Waters, maksud posisi Waters adalah untuk memproyeksikan tulang petrosus supaya terletak di bawah antrum maksila, yakni dengan cara menengadahkan kepala pasien sedemikian rupa sehingga dagu menyentuh permukaan meja. Posisi ini terutama untuk melihat adanya kelainan di sinus maksila, frontal dan etmoid. Posisi Posteroanterior untuk menilai sinus frontal dan posisi lateral untuk menilai sinus frontal, sphenoid dan etmoid.
Sinusitis akan menunjukkan gambaran berupa :
1. Penebalan mukosa,
2. Opasifikasi sinus ( berkurangnya pneumatisasi)
3. Gambaran air fluid level yang khas akibat akumulasi pus yang dapat dilihat pada foto waters.
Pungsi sinus maksilaris
                                    Sinoskopi sinus maksilaris, dengan sinoskopi dapat dilihat keadaan dalam sinus, apakah ada sekret, polip, jaringan granulasi, massa tumor atau kista dan bagaimana keadaan mukosa dan apakah osteumnya terbuka. Pada sinusitis kronis akibat perlengketan akan menyebabkan osteum tertutup sehingga drenase menjadi terganggu.
Pemeriksaan histopatologi dari jaringan yang diambil pada waktu dilakukan sinoskopi.
Pemeriksaan meatus medius dan meatus superior dengan menggunakan naso- endoskopi.
Pemeriksaan CT –Scan, merupakan cara terbaik untuk memperlihatkan sifat dan sumber masalah pada sinusitis dengan komplikasi. CT-Scan pada sinusitis akan tampak : penebalan mukosa, air fluid level, perselubungan homogen atau tidak homogen pada satu atau lebih sinus paranasal, penebalan dinding sinus dengan sklerotik (pada kasus-kasus kronik).
Hal-hal yang mungkin ditemukan pada pemeriksaan CT-Scan :
ü  Kista retensi yang luas, bentuknya konveks (bundar), licin, homogen, pada pemeriksaan CT-Scan tidak mengalami ehans. Kadang sukar membedakannya dengan polip yang terinfeksi, bila kista ini makin lama makin besar dapat menyebabkan gambaran air-fluid level.
ü  Polip yang mengisi ruang sinus
ü  Polip antrokoanal
ü  Massa pada cavum nasi yang menyumbat sinus
ü  Mukokel, penekanan, atrofi dan erosi tulang yang berangsur-angsur oleh massa jaringan lunak mukokel yang membesar dan gambaran pada CT Scan sebagai perluasan yang berdensitas rendah dan kadang-kadang pengapuran perifer.
ü  Tumor
2.7.Terapi
SINUSITIS AKUT
Kuman penyebab sinusitis akut yang tersering adalah Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae. Diberikan terapi medikamentosa berupa antibiotik empirik (2x24 jam). Antibiotik yang diberikan lini I yakni golongan penisilin atau cotrimoxazol dan terapi tambahan yakni obat dekongestan oral + topikal, mukolitik untuk memperlancar drenase dan analgetik untuk menghilangkan rasa nyeri. Pada pasien atopi, diberikan antihistamin atau kortikosteroid topikal. Jika ada perbaikan maka pemberian antibiotik diteruskan sampai mencukupi 10-14 hari. Jika tidak ada perbaikan maka diberikan terapi antibiotik lini II selama 7 hari yakni amoksisilin klavulanat/ampisilin sulbaktam, cephalosporin generasi II, makrolid dan terapi tambahan. Jika ada perbaikan antibiotic diteruskan sampai mencukupi 10-14 hari.
Jika tidak ada perbaikan maka dilakukan rontgen-polos atau CT Scan dan atau naso-endoskopi.Bila dari pemeriksaan tersebut ditemukan kelainan maka dilakukan terapi sinusitis kronik. Tidak ada kelainan maka dilakukan evaluasi diagnosis yakni evaluasi komprehensif alergi dan kultur dari fungsi sinus.
Terapi pembedahan pada sinusitis akut jarang diperlukan, kecuali bila telah terjadi komplikasi ke orbita atau intrakranial, atau bila ada nyeri yang hebat karena ada sekret tertahan oleh sumbatan.
SINUSITIS SUBAKUT
Terapinya mula-mula diberikan medikamentosa, bila perlu dibantu dengan tindakan, yaitu diatermi atau pencucian sinus.
Obat-obat yang diberikan berupa antibiotika berspektrum luas atau yang sesuai dengan resistensi kuman selama 10 – 14 hari. Juga diberikan obat-obat simptomatis berupa dekongestan. Selain itu dapat pula diberikan analgetika, anti histamin dan mukolitik.
Tindakan dapat berupa diatermi dengan sinar gelombang pendek (Ultra Short Wave Diathermy) sebanyak 5 – 6 kali pada daerah yang sakit untuk memperbaiki vaskularisasi sinus. Kalau belum membaik, maka dilakukan pencucian sinus.
Pada sinusitis maksilaris dapat dilakukan pungsi irigasi. Pada sinusitis ethmoid, frontal atau sphenoid yang letak muaranya dibawah, dapat dilakukan tindakan pencucian sinus cara Proetz.



SINUSITIS KRONIS
Jika ditemukan faktor predisposisinya, maka dilakukan tata laksana yang sesuai dan diberi terapi tambahan. Jika ada perbaikan maka pemberian antibiotik mencukupi 10-14 hari.
Jika faktor predisposisi tidak ditemukan maka terapi sesuai pada episode akut lini II + terapi tambahan. Sambil menunggu ada atau tidaknya perbaikan, diberikan antibiotik alternative 7 hari atau buat kultur. Jika ada perbaikan teruskan antibiotik mencukupi 10-14 hari, jika tidak ada perbaikan evaluasi kembali dengan pemeriksaan naso-endoskopi, sinuskopi (jika irigasi 5 x tidak membaik). Jika ada obstruksi kompleks osteomeatal maka dilakukan tindakan bedah yaitu BSEF atau bedah konvensional. Jika tidak ada obstruksi maka evaluasi diagnosis.
Diatermi gelombang pendek di daerah sinus yang sakit.
Pada sinusitis maksila dilakukan pungsi dan irigasi sinus, sedang sinusitis ethmoid, frontal atau sfenoid dilakukan tindakan pencucian Proetz.
  1. Pembedahan
Radikal
a. Sinus maksila dengan operasi Cadhwell-luc.
b. Sinus ethmoid dengan ethmoidektomi.
c. Sinus frontal dan sfenoid dengan operasi Killian.
Non Radikal
      bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF). Prinsipnya dengan membuka dan membersihkan daerah kompleks ostiomeatal.

SINUSITIS DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM BALON: TEKNIK YANG TERKINI DALAM PENGOBATAN SINUS
Sudah lama, operasi sinus dengan menggunakan system kamera ini dan mempunyai standart operasi dalam penanganan pembedahan sinusitis.Dengan ini mengenali teknologi sinus dengan system balon,dan ini juga salah satu cara dan mengatur kurangnya infeksi dari sinus yang tersedia saat ini.
Alat perlengkapan ini sinus ini sangat bersih(steril),pipa kateter,yang dirancang yang sangat spesifik agar dapat mengikuti anatomi daripada sinus yang berliku-liku.Sistem Relieva Sinus Ballon pada sinusistis ini digunakan untk membuka jalan yang telah menyumbat sinus itu sendiri,dan banyak kasus-kasus yang lain.tanpa ada membuang jaringan atau tulang manapun.Menggunakan system Relieva Sinus Balloon ini dilakukan dengan sangat hati-hati.
Keuntungan Balloon Sinuplasty
Aman dan efektif
Melibatkan beberapa resiko juga tetapi dengan system balon ini aman dan efektif dalam Mengurangi gejala sinusitis karena sudah dibuktikan sebelumnya.
Sedikit perlengkapan
Teknologi ini menggunakan perlengkapan yang kecil,lembut dan flexible yang masuk melalui hidung kita.Alat ini dimasukan dengan sangat hati-hati dalam membuka penyumbatan sinus tersebut.
 Reduced bleeding
Dibeberapa kasus,selama operasi dengan menggunakan teknik tidak ada tulang atau jaringan yang dibuang,oleh karena itu dapat mengurangi perdarahan.dengan adanya cara operasi yang baru ini, tidak perlu menyumbat lubang hidung dengan kain kapas yang dibuat selepas menggunakan cara operasi yang lama untuk menakung pendarahan selepas operasi.
Masa penyembuhan yang cepat
sebagaimana yang kita ketahui bahwa masa pemulihan semua manusia adalah berbeda.Beberapa pesakit dapat menjalankan kembali aktivitas mereka secara normal/seperti biasa dalam masa 24 jam
Tiada batas untuk pemilihan bagi pengobatan ini
teknologi Balloon Sinusplasty adalah pembedahan yang menggunakan alat kamera dan mungkin dengan menggunakan obat-obatan atau dengan teknik pembedahan biasa.

Ballon Sinuplasti LUMA
Balon Sinuplasti ini adalah satu jalan revolusi dalam menangani sinus. Dengan menggunakan kawat penunjuk dan balon untuk membesarkan yang menghalangi sinus.Biasanya posisi dari pada balon ini diikuti dengan menggunakan sinar X(X-RAY) selama operasi berlangsung.Teknologi ini telah mempunyai perkembangan yang lebih dimana X-RAY tidak dibutuhkan lagi,malahan kawat penunjuk ini berdempetan dengan satu sumber lampu yang digunakan untuk memastikan dimana lokasi dari sinus tersebut.Teknologi yang terbaru in dinamakan system Releiva LUMA.Kini kami telah berhasil menggunakan system tersebut dalam menjalankan operasi sinus.
2.8. Komplikasi
CT-Scan penting dilakukan dalam menjelaskan derajat penyakit sinus dan derajat infeksi di luar sinus, pada orbita, jaringan lunak dan kranium. Pemeriksaan ini harus rutin dilakukan pada sinusitis refrakter, kronis atau berkomplikasi.
1. Komplikasi orbita
Sinusitis ethmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita yang tersering. Pembengkakan orbita dapat merupakan manifestasi ethmoidalis akut, namun sinus frontalis dan sinus maksilaris juga terletak di dekat orbita dan dapat menimbulkan infeksi isi orbita.
Terdapat lima tahapan :
ü  Peradangan atau reaksi edema yang ringan. Terjadi pada isi orbita akibat infeksi sinus ethmoidalis didekatnya. Keadaan ini terutama ditemukan pada anak, karena lamina papirasea yang memisahkan orbita dan sinus ethmoidalis sering kali merekah pada kelompok umur ini.
ü  Selulitis orbita, edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi isi orbita namun pus belum terbentuk.
ü  Abses subperiosteal, pus terkumpul diantara periorbita dan dinding tulang orbita menyebabkan proptosis dan kemosis.
ü  Abses orbita, pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi orbita. Tahap ini disertai dengan gejala sisa neuritis optik dan kebutaan unilateral yang lebih serius. Keterbatasan gerak otot ekstraokular mata yang tersering dan kemosis konjungtiva merupakan tanda khas abses orbita, juga proptosis yang makin bertambah.
ü  Trombosis sinus kavernosus, merupakan akibat penyebaran bakteri melalui saluran vena kedalam sinus kavernosus, kemudian terbentuk suatu tromboflebitis septik.
ü  Secara patognomonik, trombosis sinus kavernosus terdiri dari :
a.      Oftalmoplegia.
b.      Kemosis konjungtiva.
c.       Gangguan penglihatan yang berat.
ü  Kelemahan pasien.
ü  Tanda-tanda meningitis oleh karena letak sinus kavernosus yang berdekatan dengan saraf kranial II, III, IV dan VI, serta berdekatan juga dengan otak.
2. Mukokel
Mukokel adalah suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam sinus, kista ini paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut sebagai kista retensi mukus dan biasanya tidak berbahaya.
Dalam sinus frontalis, ethmoidalis dan sfenoidalis, kista ini dapat membesar dan melalui atrofi tekanan mengikis struktur sekitarnya. Kista ini dapat bermanifestasi sebagai pembengkakan pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat menggeser mata ke lateral. Dalam sinus sfenoidalis, kista dapat menimbulkan diplopia dan gangguan penglihatan dengan menekan saraf didekatnya.
Piokel adalah mukokel terinfeksi, gejala piokel hampir sama dengan mukokel meskipun lebih akut dan lebih berat.
Prinsip terapi adalah eksplorasi sinus secara bedah untuk mengangkat semua mukosa yang terinfeksi dan memastikan drainase yang baik atau obliterasi sinus.

3. Komplikasi Intra Kranial
Ø  Meningitis akut, salah satu komplikasi sinusitis yang terberat adalah meningitis akut, infeksi dari sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran vena atau langsung dari sinus yang berdekatan, seperti lewat dinding posterior sinus frontalis atau melalui lamina kribriformis di dekat sistem sel udara ethmoidalis.
Ø  Abses dura, adalah kumpulan pus diantara dura dan tabula interna kranium, sering kali mengikuti sinusitis frontalis. Proses ini timbul lambat, sehingga pasien hanya mengeluh nyeri kepala dan sebelum pus yang terkumpul mampu menimbulkan tekanan intra kranial.
Ø  Abses subdural adalah kumpulan pus diantara duramater dan arachnoid atau permukaan otak. Gejala yang timbul sama dengan abses dura.
Ø  Abses otak, setelah sistem vena, dapat mukoperiosteum sinus terinfeksi, maka dapat terjadi perluasan metastatik secara hematogen ke dalam otak.
Ø  Terapi komplikasi intra kranial ini adalah antibiotik yang intensif, drainase secara bedah pada ruangan yang mengalami abses dan pencegahan penyebaran infeksi.
4. Osteomielitis dan abses subperiosteal
Penyebab tersering osteomielitis dan abses subperiosteal pada tulang frontalis adalah infeksi sinus frontalis. Nyeri tekan dahi setempat sangat berat. Gejala sistemik berupa malaise, demam dan menggigil.

2.9. Asuhan Keperawatan Sinusitis
Pengkajian :
1.         Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan,,
2.         Riwayat Penyakit sekarang :
3.         Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh nyeri kepala sinus, tenggorokan.
4.         Riwayat penyakit dahulu :
-            Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma
-            Pernah mempunyai riwayat penyakit THT
-            Pernah menedrita sakit gigi geraham
5.         Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit  klien sekarang.
6.         Riwayat spikososial
a.          Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih0
b.          Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
7.         Pola fungsi kesehatan
a.         Pola persepsi dan tata laksanahidup sehat
-            Untuk mengurangi flu biasanya klien menkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek samping
b.        Pola nutrisi dan metabolisme :
-            biasanya nafsumakan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung
c.         Pola istirahat dan tidur
-            selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek
d.         Pola Persepsi dan konsep diri
-            klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsepdiri menurun
e.         Pola sensorik
-            daya penciuman klien  terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus menerus (baik purulen , serous, mukopurulen).
8.         Pemeriksaan fisik
a.         status kesehatan umum : keadaan umum , tanda viotal, kesadaran.
b.         Pemeriksaan fisik data focus hidung : nyeri tekan pada sinus, rinuskopi (mukosa merah dan  bengkak).
Data subyektif :
1.         Observasi nares :
a.         Riwayat bernafas melalui mulut, kapan, onset, frekwensinya
b.         Riwayat pembedahan hidung atau trauma
c.         Penggunaan obat tetes atau semprot hidung : jenis, jumlah, frekwensinyya , lamanya.
2.         Sekret hidung :
a.         warna, jumlah, konsistensi secret
b.         Epistaksis
c.         Ada tidaknya krusta/nyeri hidung.
3.         Riwayat  Sinusitis :
a.         Nyeri kepala, lokasi dan beratnya
b.         Hubungan sinusitis dengan musim/ cuaca.
4.         Gangguan umum lainnya : kelemahan
Data Obyektif
1.         Polip mungkin timbul dan biasanya terjadi bilateral pada hidung dan sinus yang mengalami radang ® Pucat, Odema keluar dari hidng atau mukosa sinus
2.         Kemerahan dan Odema membran mukosa
3.          Pemeriksaan penunjung :
a.      Kultur organisme hidung dan tenggorokan
b.      Pemeriksaan rongent sinus.

Diagnosa Keperawatan
1.         Nyeri : kepala, tenggorokan , sinus berhubungan dengan peradangan pada hidung
2.         Cemas berhubungan dengan Kurangnya Pengetahuan klien tentang penyakit dan prosedur tindakan medis(irigasi sinus/operasi)
3.         Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan dengan obstruksi /adnya secret yang mengental
4.         Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan hiidung buntu., nyeri sekunder peradangan hidung
5.         Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nafus makan menurun sekunder dari peradangan sinus
6.         Gangguan konsep diri berhubungan dengan bau pernafasan dan pilek

Perencanaan
1.         Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peradangan pada hidung
Tujuan : Nyeri klien berkurang atau hilang
Kriteria hasil :
-            Klien mengungkapakan nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang
-            Klien tidak menyeringai kesakitan
Intervensi
Rasional
a.      Kaji tingkat nyeri klien
b.         Jelaskan sebab dan akibat nyeri pada klien  serta keluarganya


c.         Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi
d.         Observasi tanda tanda vital dan keluhan klien
e.         Kolaborasi dngan tim medis :
1)        Terapi konservatif :
-            obat Acetaminopen; Aspirin, dekongestan hidung
-            Drainase sinus
2)        Pembedahan  :
-            Irigasi Antral  :
Untuk sinusitis maksilaris
-            Operasi Cadwell Luc.
a.         Mengetahui tingkat nyeri klien dalam menentukan tindakan selanjutnya
b.         Dengan sebab dan akibat nyeri diharapkan klien berpartisipasi dalam perawatan untuk mengurangi nyeri
c.         Klien mengetahui tehnik distraksi dn relaksasi sehinggga dapat mempraktekkannya bila mengalami nyeri
d.         Mengetahui keadaan umum dan perkembangan kondisi klien.
e.   Menghilangkan /mengurangi keluhan nyeri klien

2.         Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang penyakit dan prosedur tindakan medis (irigasi/operasi)
Tujuan : Cemas klien berkurang/hilang
Kriteria :
-          Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya
-          Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta pengobatannya.


Intervensi
Rasional
a.         Kaji tingkat kecemasan klien
b.         Berikan kenyamanan dan ketentaman  pada klien :
-          Temani klien
-          Perlihatkan rasa empati( datang dengan menyentuh klien )
c.         Berikan penjelasan pada klien tentang penyakit yang dideritanya perlahan, tenang seta gunakan kalimat yang jelas, singkat mudah dimengerti
d.         Singkirkan stimulasi yang berlebihan misalnya :
-          Tempatkan klien diruangan yang lebih tenang
-          Batasi kontak dengan orang lain /klien lain yang kemungkinan mengalami kecemasan
e.         Observasi tanda-tanda vital.
f.          Bila perlu , kolaborasi dengan tim medis
a.         Menentukan tindakan selanjutnya
b.         Memudahkan penerimaan klien terhadap informasi yang diberikan

c.         Meingkatkan pemahaman klien tentang penyakit dan terapi  untuk penyakit tersebut  sehingga klien lebih kooperatif
d.         Dengan menghilangkan stimulus yang mencemaskan akan meningkatkan ketenangan klien.
e.         Mengetahui perkembangan klien secara dini.
f.          Obat dapat menurunkan tingkat kecemasan klien
3.         Jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obtruksi (penumpukan secret hidung) sekunder dari peradangan sinus
Tujuan : Jalan nafas efektif setelah secret (seous,purulen) dikeluarkan
Kriteria :
-            Klien tidak bernafas lagi melalui mulut
-            Jalan nafas kembali normal terutama hidung
Intervensi
Rasional
a.         kaji penumpukan secret yang ada

b.         Observasi tanda-tanda vital.

c.         Koaborasi dengan tim medis  untuk pembersihan sekret
a.         Mengetahui tingkat keparahan dan tindakan selanjutnya
b.         Mengetahui perkembangan klien sebelum dilakukan operasi
c.         Kerjasama untuk menghilangkan penumpukan secret/masalah

4.         Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nafus makan menurun sekunder dari peradangan sinus
Tujuan : kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi
Kriteria :
-            Klien menghabiskan porsi makannya
-            Berat badan tetap (seperti sebelum sakit ) atau bertambah

Intervensi
Rasional
a.         kaji pemenuhan kebutuhan nutrisi klien
b.         Jelaskan pentingnya makanan bagi proses penyembuhan

c.         Catat intake dan output makanan klien.
d.         Anjurkan makan sediki-sedikit tapi sering

e.         Sajikan makanan secara menarik
a.         Mengetahui kekurangan nutrisi kliem
b.         Dengan pengetahuan yang baik tentang nutrisi akan memotivasi meningkatkan  pemenuhan nutrisi
c.         Mengetahui perkembangan pemenuhan nutrisi klien
d.         Dengan sedikit tapi sering mengurangi penekanan yang berlebihan pada lambung
e.         Mengkatkan selera makan klien

5.           Gangguan istirahat dan tidur berhubungan dengan hidung buntu, nyeri sekunder dari proses peradangan
          Tujuan : klien dapat istirahat dan tidur dengan nyaman
         Kriteria :
-            Klien tidur 6-8 jam sehari


Intervensi
Rasional
a.         kaji kebutuhan tidur klien.
b.         ciptakan suasana yang nyaman.
c.         Anjurkan klien bernafas lewat mulut
d.         Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat 
a.         Mengetahui permasalahan klien dalam pemenuhan kebutuhan istirahat tidur
b.         Agar klien dapat tidur dengan tenang
c.         Pernafasan tidak terganggu.
d.         Pernafasan dapat efektif kembali lewat hidung





BAB III
PENUTUP
3.1  KESIMPULAN
Sinusitis adalah peradangan mukosa sinus paranasal yang dapat berupa sinusitis maksilaris, sinusitis etmoid, sinusitis frontal, dan sinusitis sfenoid. Bila yang terkena lebih dari satu sinus disebut multisinusitis, dan bila semua sinus terkena disebut pansinusitis.
Terjadinya sinusitis dapat merupakan perluasan infeksi dari hidung (rinogen), gigi dan gusi (dentogen), faring, tonsil serta penyebaran hematogen walaupun jarang. Sinusitis juga dapat terjadi akibat trauma langsung, barotrauma, berenang atau menyelam.
Secara klinis sinusitis dibagia atas
  1. Sinusitis akut
  2. Sinusitis subakut
  3. Sinusitis Kronis
Sedangkan berdasarkan penyebabnya sinusitis
ü  Rhinogenik (penyebab kelainan atau masalah di hidung), Segala sesuatu yang menyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis
ü  Dentogenik/Odontogenik (penyebabnya kelainan gigi), yang sering menyebabkan sinusitis infeksi pada gigi geraham atas (pre molar dan molar)
3.2  SARAN
Semoga pembaca setelah membaca makalah ini diharapkan dapat mengetauhi tentang penyakit sinusitis

 DAFTAR PUSTAKA

1. Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis. Dalam buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan leher. FKUI. Jakarta 2007. Hal 150-3
2. PERHATI. Fungsional endoscopic sinus surgery. HTA Indonesia. 2006. Hal 1-6
3. Ghorayeb B. Sinusitis. Dalam Otolaryngology Houston. Diakses dari www.ghorayeb.com/AnatomiSinuses.html
4. Damayanti dan Endang. Sinus Paranasal. Dalam : Efiaty, Nurbaiti, editor. Buku Ajar Ilmu Kedokteran THT Kepala dan Leher, ed. 5, Balai Penerbit FK UI, Jakarta 2002, 115 – 119.
5. Wikipedia. Sinusitis. Diakses dari www.wikipedia.org/wiki/sinusitis
6. Pletcher SD, Golderg AN. 2003. The Diagnosis and Treatment of Sinusitis. In advanced Studies in Medicine. Vol 3 no.9. PP. 495-505
7. Anonim, Sinusitis, dalam ; Arif et all, editor. Kapita Selekta Kedokteran, Ed. 3, Penerbit Media Ausculapius FK UI, Jakarta 2001, 102 – 106
8. Endang Mangunkusumo, Nusjirwan Rifki, Sinusitis, dalam Eviati, nurbaiti, editor, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, Balai Penerbit FK UI, Jakarta, 2002, 121 – 125

3 komentar: